Pages

Sabtu, 18 September 2021

Mengenal Spesifikasi, Regulasi, dan Radius Terbang Drone Sebelum Mengudara

Sumber : Surabaya.ayoindonesia.com

Penggunaan drone atau pesawat tanpa awak semakin sering digunakan untuk menunjang beragam aktivitas dan kebutuhan profesi. 

Di Jawa Timur, hingga tahun 2021 ini, ada ratusan orang pengguna drone. Namun, seluruhnya belum tentu memiliki sertifikasi atau lisensi sebagai legalitas menjadi pilot drone. Belum diketahui pula berapa detil pengguna drone di Jatim, terutama di kota pahlawan.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pilot Drone Indonesia (APDI), Hendrarto Budhi Setyadji mengamini hal tersebut. Menurutnya, drone merupakan salah satu jalan pintas menyelesaikan permasalahan yang tak bisa dikerjakan orang secara manual. Misalnya, untuk memantau diantara gedung pencakar langit yang tak memungkinkan menggunakan helikopter, bisa menggunakan drone.

Selain biaya lebih murah, penggunaan drone bisa mengefisiensi waktu dan tenaga. Penggunaannya juga jauh lebih efektif dibanding menggunakan medium lain yang tak bisa dilakukan manusia.

"Karena penggunaan drone itu kan lebih efisien dan efektif, operasionalnya tidak besar dan lebih mudah mobile, itulah kenapa teknologi drone lebih sering digunakan di perkotaan dan pedesaan sekalipun," kata Hendra belum lama ini.

Hendra menjelaskan, antusias pengguna drone di Jatim sangat tinggi. Hal itu terbukti dari banyaknya komunitas yang terbentuk di setiap kota atau kabupaten di Jatim.

"Hampir semua kota atau kabupaten di Jatim punya komunitas drone, paling banyak di Surabaya, antusiasmenya tinggi. Selain untuk memenuhi kebutuhan industri, sekarang lebih ke hobi dan lifestyle," ujarnya.

Kendati demikian, tak seluruh pengguna drone memiliki lisensi pilot sebagai legalitas mereka. Maka dari itu, ia mengimbau para pilot drone untuk melakukan pelatihan, baik secara mandiri atau perorangan maupun kolektif.

Hendra menyatakan, pengguna drone di Jatim masih didominasi perusahaan atau korporasi. Sebab, drone kerap dipergunakan sebagai alat untuk memetakan suatu titik yang sukar dijangkau manusia atau alat lain.

"Di Jatim, masih perusahaan-perusahaan yang membutuhkan sertifikasinya aja sih,l. Misalnya, dari Pemkab Gresik beberapa waktu lalu, ada beberapa orang yang mengikuti pelatihan," tuturnya.

Untuk spesifikasi drone yang kerap digunakan oleh kalangan profesional pun juga khusus. Hendra menyebut drone yang digunakan harus memiliki kamera, mesin, dan berat yang sudah diatur dalam regulasi penerbangan drone.

"Terutama drone memiliki sensor GPS, kamera, dan altitude. Misalnya, untuk pemetaan, tidak boleh lensa wide dan cenderung flat. Lalu, drone yang bisa dipakai untuk pemetaan di Indonesia itu masih sesuai regulasi yang ada dengan berat 250 gram sampai 25 kilogram, diluar itu belum ada pakem yang mengatur tentang prosedur untuk mengurus izinnya," katanya.

Lantas, seperti apa regulasi penerbangan drone di Indonesia yang berkaitan dengan sejumlah lembaga atau instansi, dengan Aviation Security (Avsec) misalnya?

Hendra menegaskan, APDI mengemban amanah dari regulator untuk mengampanyekan safety flight drone, termasuk dari Avsec. Untuk radius dan ketinggian pun diatur dalam regulasi penerbangan di Indonesia.

Untuk ketinggian terbang drone, maksimal 120 meter untuk semua jenis drone. Namun, bukan berarti kita tidak boleh terbang lebih tinggi lagi.

"Misalnya, ada kebutuhan khusus bisa diurus (izinnya) seperti saat penanggulangan pascagempa di Halmahera hingga ketinggian 300 meter dengan mengurus permitnya dan koordinasi dengan otoritas bandara setempat, melengkapi dokumen-dokumen serta wajib punya lisensi dari SIDOPI, hingga sertifikat Unit Aircraft. Bila tujuannya jelas dan berkas lengkap, bisa dan diizinkan, tergantung urgencynya. Jadi kalau memang urgencynya tinggi, itu mungkin banget. Tapi kalau untuk kebutuhan cari konten, tentu tidak boleh," ujar dia. 

Kendati diperbolehkan terbang dengan ketinggian 120 meter pun, pilot juga tak bisa menerbangkan drone seenaknya sendiri. Sebab, ada wilayah atau batasan daerah tertentu yang tidak semua drone boleh terbang. Misalnya, istana presiden yang termasuk dalam kawasan objek vital.

"Ada pula area objek vital negara seperti PLTU, instalasi nuklir, area militer, taman nasional baluran. Kalau ada anda job disana (objek vital), mending ditolak saja lah," tutur dia. 

Di Indonesia, Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) adalah wilayah daratan atau perairan serta ruang udara di sekitar bandar udara yang digunakan untuk kegiatan operasi penerbangan. Maka dari itu, dalam rangka menjamin keselamatan penerbangan, tak seluruh drone bisa asal terbang.

Di Kota Surabaya dan sekitarnya, ada jarak tertentu sebuah drone diperbolehkan terbang.

"Di Surabaya ini masuk dalam kategori KKOP, 90% masuk KKOP. Jadi, radius 15 kilometer dari garis terluar pagar bandara masuk KKOP. Boleh terbang, asal sesuai rekomendasi dari Airnav. Misal, ada komunitas atau perorangan yamg mau mengadakan acara, ya harus mengurus perizinannya," ujar dia.

Hendra menerangkan, penggunaan ruang udara telah penggunaan drone yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 47 Tahun 2016, revisi dari Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 180 Tahun 2015 tentang Pengendalian Pengoperasian Sistem Pesawat Udara Tanpa Awak di Ruang Udara yang Dilayani Indonesia. Regulasi lainnya juga diatur dalam Pemerintah (PP) Nomor 4 Tahun 2018 tentang Pengamanan Wilayah Udara Republik Indonesia.

Untuk sanksi yang dijerat kepada operator beragam, mulai dari peringatan, pembekuan izin, pencabutan izin, hingga denda administratif. Untuk denda administratif yang dimaksud, pelanggar wajib membayar mulai dari 1.001 hingga 3.000 'penalty unit', per 1 unit penalti adalah Rp 100.000.

"Ada jatahnya (terbang) sendiri-sendiri. 120 meter (ketinggian) untuk jatahnya drone, atasnya lagi heli, atasnya lagi pesawat komersial lainnya. Plotnya drone ya 120 meter," tutupnya.


Source :   surabaya.ayoindonesia.com

0 komentar:

Posting Komentar