Pages

Senin, 13 Desember 2021

Regulasi Drone Indonesia: Quo Vadis Pilot Drone?





Beberapa hari terakhir ini para pemerhati dan pengguna unmanned aerial vehicle dan remotely piloted aircraft yang secara populer lazim disebut sebagai drone dilanda kehebohan. Banyak kalangan menilai bahwa regulasi tersebut dikeluarkan tanpa melalui proses konsultasi publik yang memadai. Sehingga, terkesan tiba-tiba pemerintah mengeluarkan regulasi yang mengatur mengenai penggunaan dan pengoperasian drone melalui Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 90 Tahun 2015.

Kehebohan ini merupakan reaksi awal yang wajar sebagai bentuk kebingungan publik atas suatu regulasi yang dianggap muncul sekonyong-konyong. Namun demikian, apabila kita membaca secara seksama muatan dari regulasi tersebut terutama dari perspektif ilmu hukum, semestinya kita dapat mengatasi reaksi awal kita dan menyadari bahwa apa yang diatur oleh regulasi tersebut pada prinsipnya bukan sesuatu yang baru.  Bahkan, para pemangku kepentingan semestinya menyadari bahwa sebagai negara hukum, Indonesia pasti memiliki regulasi mengenai drone.

Nampak jelas bahwa raison d'etre dari Permenhub ini adalah untuk menjamin keselamatan publik sebagaimana dimuat dalam konsideran menimbang. Tentu maksud dan tujuan ini perlu disambut baik oleh semua kalangan. Hal inilah yang melandasi sikap Asosiasi Pilot Drone Indonesia (APDI) untuk mengapresiasi regulasi drone yang dikeluarkan oleh pemerintah.

Pilihan kebijakan terkait perlu atau tidaknya mengeluarkan regulasi khusus yang mengatur drone adalah apakah pemerintah hendak memanfaatkan regulasi yang sudah ada sebelumnya untuk kemudian menerbitkan semacam panduan ATAU membentuk regulasi baru. Nampak jelas bahwa pilihan kebijakan yang telah ditempuh adalah semacam jalan tengah, yaitu membentuk regulasi baru melalui Permenhub No. PM 90 Tahun 2015 (Permenhub 90) namun secara subtansi muatan aturan yang dikandung di dalamnya sebagian besar bukanlah hal baru.

Saya akan membagi muatan aturan dalam Permenhub tersebut menjadi dua bagian, pertama apa yang sudah jelas diatur dan kedua apa yang masih belum jelas pengaturannya. Untuk bagian pertama, para pemangku kepentingan semestinya tidak perlu terkejut karena sudah semestinya kita semua sangat memahami dan mengenalnya. Permasalahan mendasar yang menjadi pertanyaan banyak orang adalah, apakah boleh menerbangkan drone di ruang udara yang dilayani Indonesia? Jawabannya adalah boleh, tapi tentu dengan batasan-batasan tertentu. Pada prinsipnya drone boleh diterbangkan dengan batas maksimal ketinggian 150 meter namun tunduk pada batasan-batasan tertentu. Permenhub 90 ini mengatur mengenai batasan-batasan tersebut.

Pengaturan mengenai ceiling altitude dalam kondisi normal yaitu 150 meter merupakan sesuatu yang bukan barang baru bagi para pegiat aeromodelling. Di Amerika Serikat misalnya, American Modellers Association juga menerapkan konsep ceiling altitude ini, demikian pula di klub-klub aeromodelling di Australia.

Demikian pula terhadap pengaturan mengenai prohibited area, restricted area, serta controlled airspace. Konsep prohibited area dan restricted area bukanlah sesuatu yang baru bagi para pilot drone. Konsep-konsep tersebut sudah secara eksplisit maupun tersirat terkandung dalam buku manual sebuah drone. APDI selalu mengampanyekan konsep penerbangan drone yang aman, bertanggung jawab dan bermartabat. Sosialisasi untuk tidak menerbangkan drone dalam radius 5 KM dari kawasan bandara terus menerus dilakukan baik dalam kegiatan sertifikasi kompetensi pilot drone Indonesia maupun melalui kegiatan seminar, eksibisi dan sebagainya. Menarik untuk dicatat bahwa Permenhub 90 menetapkan bahwa drone dengan kamera secara umum tidak boleh diterbangkan 500  meter dari prohibited area dan restricted area.

Untuk bagian kedua, ada beberapa hal yang perlu kejelasan lebih lanjut. Permenhub 90 mengatur hal-hal yang sifatnya teknis terkait dengan izin pengoperasian drone dalam hal kondisi khusus untuk kepentingan pemerintah (butir 3.1 lampiran). Izin ini memungkinkan drone untuk dioperasikan pada   ketinggian diatas 150 meter.

Masalahnya adalah, pengaturan yang dimuat dalam butir 3 belum sepenuhnya jelas. Bagaimana apabila masyarakat sipil memerlukan pengoperasian drone untuk ketinggian diatas 150 meter namun tidak terkait secara langsung dengan kepentingan pemerintah? Bila mengacu pada pengaturan di Permenhub 90, jelas bahwa yang memerlukan izin adalah pengoperasian drone untuk kepentingan pemerintah saja namun tidak diatur secara eksplisit mengenai hal-hal yang diluar dari kepentingan pemerintah. Bila regulator hendak mengatakan bahwa pengoperasian drone untuk kepentingan diluar pemerintah tetap memerlukan izin, jelas ini merupakan sesuatu yang diluar dari prinsip kepastian hukum dimana pengaturan seharusnya tidak boleh disandarkan pada sesuatu yang sifatnya tidak tertulis dalam suatu peraturan.
Terkait dengan persyaratan untuk mendapatkan izin yaitu perlu mencantumkannya kompetensi dan pengalaman pilot drone, hal ini selaras dengan apa yang selama ini telah dilakukan oleh APDI sebagai sebuah badan hukum. APDI telah menyelenggarakan program sertifikasi kompetensi pilot drone dimana pemegang sertifikasi telah melalui serangkaian in-house training terkait pengetahuan teknis, pengetahuan mengenai safety dan pemahaman kode etik sebagai pilot drone. Pemegang sertifikasi APDI juga telah lulus uji pengetahuan dasar dan uji praktek pengendalian drone.

Persyaratan lainnya adalah adanya suatu dokumen asuransi. Permasalahannya adalah, saat ini belum ada satu perusahaan asuransi pun yang mengeluarkan produk asuransi drone, baik yang sifatnya third party liability maupun asuransi terhadap wahana drone itu sendiri. Pemenuhan dari persyaratan ini bergantung pada ketersediaan produk asuransi dimana pemerintah perlu mengambil peran dalam mendorong industri asuransi agar menyediakan produk dimaksud.

Hal lain yang paling banyak mendapat perhatian dari diskusi publik adalah ketentuan butir 4 lampiran Permenhub 90, khususnya yang mengatur mengenai surat izin dari institusi yang berwenang dan Pemerintah Daerah atas drone yang digunakan untuk kepentingan pemotretan, pemfilman dan pemetaan. Dalam pandangan APDI, penggunaan drone untuk kepentingan pemotretan, pemfilman dan pemetaan tidak memerlukan izin apapun selama dilakukan di wilayah yang tidak secara khusus mensyaratkan perlunya suatu izin khusus untuk itu. Kegiatan tersebut tentu saja harus memperhatikan keselamatan dan kepentingan umum serta sesuai dengan aturan peraturan perundang-undangan yang berlaku, misalnya pengaturan mengenai ceiling altitude.

Para pilot drone perlu mencatat bahwa  Permenhub 90 juga menyebutkan mengenai sanksi. Namun demikian, perlu juga dipahami bahwa sanksi tidak bisa dilepaskan dari rumusan tindak pidana karena terkait asas legalitas. Pada prinsipnya, seseorang tidak dapat dijatuhkan sanksi apabila negara belum mengatur delik pidananya sebagai dasar penjatuhan sanksi (nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali). Butir 5 lampiran hanya menyebutkan mengenai sanksi tetapi tidak memberikan rinciannya. Dalam hal ini, pemerintah  perlu memberikan   penjelasan apa saja delik pidana yang dapat digunakan apabila terjadi kelalaian dan/atau penyimpangan terhadap pelaksanaan ketentuan Permenhub dimaksud.


Meninjau hal-hal diatas, nampak bahwa sesungguhnya regulasi mengenai drone yang diterbitkan oleh Pemerintah masih dapat disempurnakan. Peraturan pelaksananya pun juga nanti perlu dirumuskan secara bersama-sama dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan. APDI sebagai asosiasi yang menaungi para pilot drone professional, semi profesional maupun pegiat/ pehobi siap bekerjasama dengan Pemerintah untuk menyempurnakan aturan/ regulasi drone nasional, merumuskan peraturan pelaksananya dan bahkan melakukan sosialisasinya.

Dengan diberlakukannya Permenhub 90 ini, Pemerintah perlu menerbitkan suatu panduan yang mudah untuk dipahami oleh seluruh pemangku kepentingan. Selain memuat mengenai Do-s dan Don't-s, panduan ini juga dapat merinci dimana saja prohibited dan restricted airspace pada ruang udara yang dilayani Indonesia. Panduan ini hendaknya dapat diakses secara mudah secara daring maupun disebarluaskan dengan memadai.

Pemberlakuan regulasi drone ini tentu berdampak pada para pilot drone di Indonesia. APDI menghimbau agar para pilot drone selalu menerbangkan drone dengan berlandaskan pada prinsip aman, bertanggung jawab, dan bermartabat. Tiga prinsip ini merupakan bagian dari visi organisasi APDI dan selaras dengan maksud dan tujuan dari regulasi drone nasional. Sebagai organisasi terbuka, APDI siap untuk menerima masukan dari para pemangku kepentingan dan  selalu membuka diri untuk para pilot drone yang hendak bergabung menjadi anggota.

Regulasi drone nasional dalam perspektif APDI masih menjamin hak menerbangkan drone bagi para pilot drone nasional. Namun demikian, hak tersebut harus  dihargai  dengan menegakkan kode etik, edukasi dan peningkatan kompetensi secara terus menerus sebagai seorang pilot drone. Pemerintah dan masyarakat perlu memahami bahwa para pilot drone sesungguhnya juga telah mampu untuk secara mandiri menegakkan aturan bagi diri mereka sendiri.

Sebagai sebuah organisasi, APDI telah memiliki sistem uji kompetensi pilot, perangkat kode etik dan mekanisme organisasi. Dalam hal ini, masyarakat Indonesia boleh berbangga bahwa di negeri kitalah pertama kali lahir organisasi para pilot drone untuk tingkat ASEAN yang telah memiliki ketiga elemen penting tersebut sebagai sebuah organisasi profesional. Dengan dukungan regulasi drone yang jelas dan kondusif bagi para pilot drone nasional, bukan tidak mungkin para pilot drone nasional dapat berkiprah secara signifikan di tingkat ASEAN dalam menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN.




0 komentar:

Posting Komentar